Iklan

InspirasiKehutananNasional

Kakek Ini Tolak Duit 10 M, Hanya Karena Hutan Seluas 1.5 Hektar

Dompu Siar
, Thursday, February 18, 2021 WAT
Last Updated 2021-02-19T01:50:35Z


Suhendri, Kaltim (Doc/Liputan6)

Kaltim, Dompu Siar - Kalau masyarakat di salah satu desa di Kabupaten Tuban yang berbondong-bondong menjual tanah miliknya dengan meraup harga tanah rata-berkisar Rp. 8 M. Dari hasil penjualan tanah itu, masyarakat desa tersebut juga berbondong-bondong membeli mobil mewah seharga ratusan juta rupiah.

Beda hal dengan seorang Kakek bernama Suhendri (80) warga Desa Timbau, Kelurahan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kerta Negara, Provinsi Kaltim, yang menolak uang senilai Rp. 10 M dari suatu perusahaan pengembang perumahan yang ingin membeli lahan seluas 1.5 Ha miliknya sekira tahun 2000 silam.

"Dulu, saya pernah ditawari uang 10 miliar dari sebuah pengembang perumahan. Tapi saya tolak," kata Suhendri melansir Liputan6, Kamis (18/2/2021). 

Kenapa Ditolak?

Suhendri mengaku, sebelum mendapatkan tanah itu, dulu ia hanya bekerja sebagai pekebun yang hanya memanfaatkan lahan tidur milik orang. Kemudian sekira tahun 1979 lahan itupun dia beli, lalu dia ubah menjadi lahan agroforestry.

“Awalnya saya tanami dulu palawija untuk membantu kehidupan ekonomi saya. Agroforestry itu agronya dulu atau ekonominya dulu, baru forest-nya,” jelas Suhendri.

Sejak itu, Suhendri sudah punya konsep masa depan lahannya. Dia juga Menyusun rencana dengan sangat baik untuk mewujudkan cita-cita agroforestry.

Apa keuntungan mengelola agroforestry?

Di samping palawija, Pria asal kelahiran Sukabumi, Jawa Barat itu juga diketahui sudah menanam tanaman dan pepohonan lain, seperti, teh, kopi, pohon damar, dan tanaman pohon kayu lainnya.

"Pernah menanam seribu pohon kopi. Saat pohon sudah tinggi, kopi tidak lagi berbuah. Jadi saya tebang kopinya,” tutur Suhendri.

Kini lahan milik Suhendri sudah dapat dinikmati tidak hanya hasil hutannya. Bahkan hutan tersebut didedikasikan sebagai hutan wisata kota, karena letaknya tidak jauh dari Kantor Pemerintahan setempat. 

"Tak ada tarif khusus. Dia memberi keringanan kepada pengunjung untuk membayar sesukanya. Bagi saya itu sudah cukup, yang penting tidak lebih besar pasak dari pada tiang,” ujar Suhendri.

Suhendri sempat menekankan bahaya pemanasan global. Wawasan lingkungannya sangat luas. Jika orang lain sering berkampanye soal konservasi, Suhendri sudah menerapkan dan menjadi konsep hidupnya. Dia mengingatkan siapa saja untuk terus menjaga lingkungan mulai dari halaman rumah masing-masing.

“Kalau kita bisa menjaga alam, tentu alam akan menjaga kita, itu sudah semestinya," pungkas Suhendri. (Ma)

SepekanMore