Iklan

Bayar HutangKabar IslamiKiriman Pembaca

Suami Wajib Bayar Utang Istri, Kecuali Dalam Hal Ini!

Dompu Siar
, Tuesday, January 19, 2021 WAT
Last Updated 2021-01-19T18:53:40Z
Ilustrasi


Oleh: Ferawati

Seorang netizen mengirim pesan singkat melalui facebook messenger saya! 

"Kak, Fer. Apakah suami wajib melunasi hutang istri?" pertanyaannya.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du!

Sebelum kita masuk ke pembahasan, mungkin pertanyaannya kita tambahkan sedikit, "Apakah utang istri, wajib hukumnya ditanggung atau dibayar oleh suami? dan apakah hutang suami wajib ditanggung atau dibayarkan oleh istri? 

Sepengetahuan saya, kita perlu memisahkan terlebih dahulu, apakah hutang tersebut dipergunakan untuk menafkahi Istri, atau tidak? Jika itu bagian nafkah, berarti yang wajib menanggung dan membayar adalah Suami.  Karena hakikatnya suami wajib memberi nafkah istri, sehingga dia harus menanggung hutang tersebut.

Simak pembahasan berikut ini.

Pertama, Apakah istri wajib menanggung utang suami?

Pada kondisi ini, Istri, tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah dan utang suaminya. Karena harta istri pada dasarnya menjadi murni milik istri. Allah menegaskan bahwa harta istri murni menjadi miliknya, dan tidak ada seorangpun yang boleh mengambilnya kecuali dengan kerelaan istri. Dalil kesimpulan ini adalah ayat tentang mahar, yang berbunyi:

‎وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin  itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 4)

Jika harta mahar, yang itu asalnya dari suami diberikan kepada istrinya, tidak boleh dinikmati suami kecuali atas kerelaan hati sang istri, maka harta lainnya yang murni dimiliki istri, seperti penghasilan istri atau warisan milik istri dari orang tuanya, tentu tidak boleh dinikmati oleh suaminya kecuali atas kerelaan istri juga.

Dengan demikian, istri tidak wajib menanggung hutang suami. Karena istri tidak wajib menafkahi suaminya.

Kedua, Apakah suami menanggung hutang istri?

Kembali ke pertanyaan, apakah hutang termasuk bagian dari nafkah?

Kita simak batasan nafkah!

Dalam hadis dari Muawiyah bin Haidah radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‘Ya Rasulullah, apa hak istri yang menjadi tanggung jawab kami?’

Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‎أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ

“Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian), dan jangan engkau tinggalkan kecuali di dalam rumah.” (HR. Ahmad 20013, Abu Daud 2142, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Dalam Fatawa Islam ditegaskan,

‎والنفقة تشمل : الطعام والشراب والملبس والمسكن ، وسائر ما تحتاج إليه الزوجة لإقامة مهجتها ، وقوام بدنها

Nafkah mencakup: makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan segala sarana yang menjadi kebutuhan istri untuk hidup dengan layak. (Fatawa Islam no. 3054).

Berdasarkan pengertian di atas, hutang istri dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kondisi:

1. Hutang karena untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya

Misalnya, suami selama berbulan-bulan tidak memberikan nafkah kepada istrinya, kemudian sang istri berutang untuk bisa mendapatkan makanan. Dalam posisi ini, suami wajib menanggung hutang istrinya. Karena hakekatnya hutang itu disebabkan suaminya yang tidak mencukupi kebutuhan istrinya.

2. Hutang di luar kebutuhan hidup

Misalnya istri berutang untuk menambah perabotan, untuk menambah koleksi baju, koleksi perhiasan, koleksi aksesoris dan sebagainya. 

Apakah hutang ini masuk bagian nafkah?

Hutang semacam ini tidam termasuk bagian nafkah, sehingga suami tidak wajib melunasinya.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

‎فلا يجب على الزوج قضاء دين زوجته، إلا أن يتبرع بذلك إحسانا إليها، طالما كان دينها خاصا بها، ولم يكن بسبب إهماله في النفقة الواجبة عليه شرعا

Suami tidak wajib melunasi hutang istrinya, kecuali jika suami berbaik hati memberikan santunan untuk istrinya. Selama hutang itu terkait pribadi istrinya semata, dan tidak disebabkan sikap suami yang menelantarkan istrinya dalam memberikan nafkah wajib. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 295159)

Istri suka berhutang tanpa sepengetahuan suami!

Kalau kasus seperti ini apakah suaminya mempunyai kewajiban terhadap hutang istrinya tersebut? Pun, apakah istri tersebut diceraikan?

Kalau yang dimaksud adalah kewajiban melunasi, maka suami tidak punya kewajiban melunasi hutang istri. Namun apabila suami melunasinya maka itu lebih baik sebagai bentuk kasih sayangnya kepada istri.

Namun, walaupun demikian ada baiknya bila suami menelusuri kronologi piutang istri buat apa? Kemudian memberikan pembinaan terhadap istri. Ada kemungkinan perilaku istri terjadi karena suami selama ini kurang memberikan perhatian dan pendidikan kepada istri.

Persoalan hutang piutang bukan hal sepele. Kebanyakan persoalan yang muncul dalam biduk rumah tangga, salah satu penyebab utama adalah hutang. 

Oleh karena itu, sekecil apapun hutang maka wajib untuk diketahui oleh kedua belah pihak untuk menghindari timbulnya keretakan dalam rumah tangga.

Allahu a’lam.

SepekanMore