Iklan

Akhir TahunAspirasiCatatan Akhir TahunCatatan RedaksiInspirasiTahun Baru

Waktu dan 4 Tujuan Hidup yang Nyaris Diremehkan

Dompu Siar
, Saturday, December 31, 2022 WAT
Last Updated 2023-01-01T02:14:44Z

Ilustrasi 


Catatan Akhir Tahun: Memaknai Pergantian Waktu sebagai Nikmat sekaligus Rahmat, Oleh : Mulyadin Abdillah 


Dompu Siar - Suatu ketika, terbesit pertanyaan dari seorang anak usia Kelas 2, Sekolah Dasar beberapa bulan lalu, tapi masih terngiang di ingatan, terlebih menjelang Akhir Tahun maupun menyambut Tahun yang Baru.


"Abi .... Apa Waktu, itu ... terbuat dari apa sih?" tanya dia.


Sontak kaget saat itu! Namun sebelum menjawab pertanyaan itu, berbicara mengenai waktu atau pergantian waktu merupakan suatu keniscayaan dilalui oleh setiap umat manusia, bahkan alam semesta sekalipun.


Sejatinya, waktu berganti tak hanya berproses secara tahunan! Setiap bulan, pekan, hari, menit bahkan detik, mengalami pergantian. 


Mungkin, karena detik itu terlalu mungil, atau hari dan bulan baru menginjak anak-anak yang menginjak remaja, maka tak perlu dianggap istimewa, begitukah?


Berbicara soal waktu, tentu berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan oleh setiap makhluk, bagaimana proses mengiringi, seberapa banyak hal-hal yang bersifat baik buruk serta untung rugi telah dicapai.


Katakanlah, kita manusia berkaitan dengan tuntutan hidup di dunia, yang jika dipersempit di lingkup keluarga atau bahkan untuk diri kita sendiri. Maka dari sini, kaitan waktu, muncul suatu satu istilah yakni tujuan hidup!


Yah .... Rasanya Nyaris Diremehkan!


Melalui catatan ini, penulis ingin menggaris bawahi sekaligus mengingatkan kepada kita semua terutama diri pribadi akan 4 (empat) hal yang seharusnya menjadi pondasi sekaligus tujuan hidup seiring waktu yang terus berganti, bahkan berputar lebih cepat, tak terasa.


1. Keluarga Ideal


Bisa jadi ini merupakan tujuan utama, awal serta keseluruhan akumulasi perjalanan hidup di dunia, bahkan setelahnya. Sebab, eksistensi setiap manusia berawal dari ketika ia dilahirkan oleh seorang ibu, buah kerja kerasnya bersama seorang ayah.


Kemudian, setiap insan dibesarkan lalu dibimbing sampai menginjak dewasa dalam arti ia mampu membina keluarga baru, hingga ia meninggal, kembali ke pelukan keluarga.


Dalam hal ini, porsi keluarga menjadi sangat urgen ketika pelbagai hal yang berkaitan dengannya seperti pemenuhan kebutuhan, pengabdian sebagai anak, hak dan kewajiban istri terhadap suami atau sebaliknya, membangun rumah serta fasilitas yang memadai dan masih banyak lagi.


Singkatnya, kebaikan mewarnai keluarga tak hanya menjadi cermin bagi eksistensi setiap insan di dunia, terutama di mata tetangga (sosial), bahkan lebih jauh di kehidupan abadi kelak, dijanjikan untuk dapat kembali berkumpul bersama.


2. Keuangan yang Stabil


Salah satu cerminan Keluarga Ideal seperti yang dipaparkan, yakni ketika kondisi keuangan yang stabil. Bayangkan jika semua komponen keluarga bergerak mensupport keuangan keluarga? 


Terkait keuangan, hal penting yang berkaitan dengan ini antara lain manajemen alias tata kelola, sebab tak semua mampu mengelola keuangannya dengan baik. 


Sehingga timbul problem akibat kondisi keuangan yang amburadul, lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan. Alih-alih, kondisi ini memungkinkan seseorang terjerat dalam utang piutang.


Di samping manajemen, proses memperoleh uang (baca: rejeki) juga perlu diperhatikan, terutama menyangkut nilai keberkahan atas rejeki tersebut. Sebab, berada lingkungan yang serba Subhat (samar-samar) seperti saat ini, maka dituntut kejelian atau kepekaan dalam menilai, apakah uang itu diperoleh dari jalan yang benar, atau sebaliknya.


3. Karir yang Baik


Kata lainnya profesi, atau biasa disebut pekerjaan! Ini adalah verbalisme kehidupan yang tak terpisahkan dari dua topik sebelumnya. Pekerjaan yang baik, keuangan stabil, keluarga harmonis.


Setiap orang telah dibekali dengan skill yang ditunjang oleh kognitif, motorik bahkan sosio emosional masing-masing, sehingga memungkinkan ia untuk dapat memilih dan memiliki pekerjaan sebagaimana mestinya.


Memilih karir pun bebas, namun yang menjadi catatan bahwa setiap pekerjaan itu baik, tentunya memberi hasil. Hasil dipengaruhi oleh proses, dan setiap yang dikerjakan jika dilakukan secara konsisten, terus menerus, maka hasil pasti akan mengikuti.


Apabila melakoni karir sesuai bekal kemampuan yang ada, maka setiap orang tidak harus memaksa diri untuk mengejar jadi ASN (TNI/Polri/PPPK) agar bisa hidup mapan, atau jadi dokter. Bahkan, dokter tak bisa mendapatkan penghasilan jika tidak ada pasien.


Begitupun pengusaha yang kebanyakan bermodalkan utang besar di bank untuk menunjang usaha yang ia miliki, sementara dalam prosesnya, mereka terus dikekang oleh persaingan dan ancaman kebangkrutan yang timbul akibat kelumpuhan ekonomi di tingkat konsumen.


Poin penting dalam hal ini, bukan menjadi apa, yang menentukan hasil dari suatu pekerjaan. Melainkan seserius apa kita melakoni pekerjaan tersebut. 


Apakah pekerjaan itu sudah dibuatkan perencanaan? Sudahkah anda menyusun langkah-langkah, strategi atau target yang ingin dicapai? Pernahkah anda memikirkan resiko, bahkan menjaga atau mencegah kemungkinan terburuk yang akan timbul?


4. Keimanan yang Terbina


Yakin!!! Bahwa sebagian besar dari kita 'abai' berurusan dengan keyakinan, dalam hal ini berkaitan dengan intervensi Tuhan Maha Kuasa, Allah Azza wa Jalla dalam segala aspek termasuk gerak gerik bahkan detak jantung yang berlangsung setiap detik dalam diri kita.


Menyikapi hal ini, ada baiknya kita kembali membuka sirah (baca: perjalanan) hidup sepanjang tahun yang telah berlalu. Tanyakan pada diri, mana dari aktifitas kita yang lebih dominan antara urusan duniawi dibanding urusan ukhrawi?


Sadar atau tidak, membangun dimensi keimanan, sama halnya menjaga diri kita sendiri. Di mana setiap detik, menit, hari bahkan tahun yang tadinya merupakan nikmat yang mendampingi, berubah menjadi rahmat untuk kehidupan yang hakiki.


Sebagai penutup catatan ini, penulis hadirkan kembali satu surat yang meski sering diucap, didengar bahkan dihafal, namun tak sedikit dari kita yang abai melalaikan makna yang terkandung di dalamnya.


Allah Azza wa Jalla bersumpah dengan firman-nya sendiri : 

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. [al-‘Ashr/103:1-3].


Semoga bermanfaat!

SepekanMore