Iklan

Bencana AlamGerhana Bulan TotalManggelewaNasional

Fenomena Blood Moon Hingga Fenomena GBT 2018 dan Gempa Bumi Lombok. Apa Kaitannya?

Dompu Siar
, Wednesday, May 26, 2021 WAT
Last Updated 2021-05-26T12:54:36Z
Fenomena Blood Moon Hingga Fenomena GBT 2018 dan Gempa Bumi Lombok.


Manggelewa, Dompu Siar - Fenomena langka nan indah tampak tengah disuguhkan untuk Masyarakat Indonesia khususnya di Kabupaten Dompu, NTB, yakni  Gerhana Bulan Total (GBT), atau biasa dikenal dengan sebutan Blood Moon (Bulan Darah).

Pantauan awak media ini, menyaksikan fase combo Bulan menuju totalitas gerhana, yang tampak dimulai tepat pukul 18.00 Wita, Rabu (26/5/2021) hingga pukul 21.20 Wita.

Apa Itu Blood Moon?

Melansir Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebutkan, fenomena langka Gerhana Bulan Total (GBT) yang akan muncul petang nanti sangat spesial karena terjadi 195 tahun sekali.

Dari Pusat Penelitian Sains Antariksa (Pussainsa) Lapan, Andi Pangerang mengungkapkan bahwa GBT kali ini cukup unik karena beriringan dengan terjadinya Perige, yakni ketika Bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi.

Lanjut Andi, lebar sudut bulan akan lebih besar 13,77 persen dibandingkan dengan ketika berada di titik terjauhnya (apoge).

Di samping itu, dijelaskannya, kecemerlangannya juga 15,6 persen lebih terang dibandingkan dengan rata-rata, atau 29,1 persen lebih terang dibandingkan dengan ketika apoge.

"Gerhana Bulan kali ini disebut juga sebagai Bulan Merah Super," kata Andi, dikutip dari laman resmi Lapan, Selasa (25/5/2021).

Oleh karena itu, menyambut fenomena langka tersebut, Lapan akan mengadakan pengamatan serentak terutama dari 9 lokasi Lapan di seluruh Indonesia.

Ia melanjutkan, pengamatan tersebut dapat disaksikan melalui kanal YouTube Lapan RI dan juga kanal YouTube masing-masing Balai dan Stasiun Lapan untuk pengamatan di daerah.

Selain Lapan, BMKG juga melakukan pengamatan Gerhana Bulan Total (GBT) dengan menggunakan teleskop yang dipadukan dengan detektor dan teknologi informasi.

"Pada saat bulan purnama, Matahari dan Bulan akan berada dalam satu garis lurus, sedemikian rupa sehingga cahaya Matahari dapat menerangi permukaan Bulan secara maksimal, maka bulan tampak bulat sempurna dipandang dari Bumi," kata Andi melanjutkan.

Flash Back Gerhana Bulan Total dan Gempa Bumi Lombok?

Menganulir sedikit netizen terutama yang berdomisili di Lombok, Nusa Tenggara Barat, mengaitkan fenomena Gerhana Bulan Merah Darah yang akan muncul pada Rabu 26 Mei 2021 sebagai tanda akan muncul gempa besar.

Mengingat beberapa Netizen teringat akan fenomena gempa Lombok 2018 lalu diawali dengan fenomena bulan berbentuk aneh. Mereka khawatir kejadian gempa besar akan terulang lagi seiring dengan fenomena super blood moon besok.

Menanggapi itu, Kepala BMKG Stasiun Geofisika, Mataram Ardhianto Septiadhi, mengatakan belum ada bukti ilmiah gerhana bulan sebagai tanda kemunculan gempa.

“Secara ilmiah belum ada penelitian yang menunjukkan fenomena gerhana terkait dengan kejadian gempa bumi,” katanya, Selasa, 25 Mei 2021, dikutip dari harian online Kabar NTB.

Ardhianto menjelaskan, fenomena gerhana bulan dipengaruhi oleh letak matahari, bumi dan bulan yang sejajar sehingga cahaya matahari terhalang oleh bumi (pergerakan orbit tata surya). Sedangkan gempa bumi tektonik merupakan peristiwa lepasnya energi akibat patahnya lapisan dari dalam bumi (pergerakan lempeng bumi).

“Sehingga dua hal tersebut merupakan hal yang berbeda penyebabnya,” jelasnya.

Sambung Ardhianto, penjelasan tersebut juga dikuatkan oleh beberapa peneliti dunia yang menjelaskan tidak ada korelasi antara gelombang bumi dan terjadinya gempa bumi, misalnya dijelaskan oleh Kennedy (2004).

Lain dari pada itu, ada juga peneliti yang mengaitkan fenomena tersebut sebagai tanda akan muncul gempa. Namun hubungan terjadi gempa dengan fenomena langit sangat kecil.

“Penelitian lain melaporkan korelasi positif kecil, misalnya Kasahara, 2002,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ardianto menjelaskan bahwa gempa bumi itu sendiri lepas dari patahan yang melebihi ambang batas kritis di dalam bumi itu sendiri.

“Gempa bumi terjadi ketika stres pada patahan melebihi ambang batas kritis untuk pecah sebuah patahan. Hal ini juga diketahui bahwa penerapan stres tambahan ke sistem sesar yang dekat dengan kegagalan dapat memulai pecah dan menghasilkan gempa,” kata Ardhianto.

Sementara itu, peneliti Metivier dkk. (2009), menjelaskan ada kemungkinan bahwa pengangkatan akibat pasang surut bumi dapat mengurangi tekanan normal yang mempengaruhi  patahan secara bersamaan.

“Beberapa penelitian terbaru oleh Metivier dkk. (2009) menyajikan bukti untuk ini,” katanya.

Akan tetapi, kata Ardhianto jika ada hubungan statistik antara pasang surut bumi dan aktivitas gempa bumi, itu tidak benar-benar membantu dalam hal prediksi gempa, karena kita tidak memiliki cara untuk mengukur besaran gaya pada zona patahan.

“Pada saat terjadinya supermoon, tarikan gravitasi bulan pada bulan perige-pun tidak cukup memiliki perbedaan gaya tarik yang besar dibandingkan dengan waktu lain secara signifikan, sehingga tidak mampu mengubah ketinggian pasang surut yang memicu gempa bumi," pungkasnya. (Ma)

SepekanMore