Iklan

KemenpanRBNasionalPariwisata

Kawinkan Teknologi Dengan Budaya, Cara Efektif Percepatan Sektor Wisata

Dompu Siar
, Tuesday, February 16, 2021 WAT
Last Updated 2021-02-16T08:08:54Z

Diah Natalisa, Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB


Nasional, Dompu Siar - Masuk dalam agenda penting perencanaan pembangunan nasional, percepatan pembangunan sektor wisata nasional dipandang perlu untuk dikawinkan dengan perbaikan pelayanan publik berbasis teknologi dan ciri khas kebudayaan daerah. 

Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa, menyampaikan hal ini dalam FGD bertajuk Transformasi Pelayanan Publik dalam Upaya Mewujudkan Smart City di Kawasan Pariwisata Prioritas Nasional dan Ibu Kota Negara Baru.

"Selain infrastruktur teknologi yang harus memadai, setiap kawasan wisata perlu menonjolkan ciri khas budaya masing-masing daerah," kata Diah Natalisa dalam konferensi persnya di kantor KemenpanRB di Jakarta, Senin (15/02/2021).

Diah menjelaskan, kolaborasi dalam baluran teknologi tentu melibatkan seluruh elemen masyarakat. Termasuk, pelaku usaha, maupun pemerintah. Untuk itu, diperlukan kerja sama setiap pemangku kepentingan di daerah wisata bisa dimulai dari proses penyusunan standar pelayanan, implementasi, pengawasan, hingga monitoring dan evaluasi.

“Sehingga pelayanan yang diberikan tidak hanya memenuhi standar pelayanan dan kebutuhan masyarakat, tetapi bisa pula berinovasi menonjolkan kekayaan budaya masing-masing daerah,” ungkap Diah.

Diah mengaku, tahun sebelumnya, hal ini pernah diimplementasikan oleh Kementerian PANRB bersama GIZ Transformasi, organisasi asal Jerman, telah melakukan peninjauan kesiapan layanan publik di daerah wisata untuk pemulihan ekonomi. 

"Beberapa area wisata yang ditinjau adalah Candi Borobudur, Taman Nasional Komodo, serta Taman Nasional Bromo Tengger Semeru," beber diah.

Dampak dari itu semua, lanjut Diah, seluruh wisata telah menerapkan protokol kesehatan dan ketentuan dari World Health Organization (WHO) dan World Travel and Tourism Council (WTTC). Meskipun masih ada beberapa aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang belum tercermin atau memerlukan perbaikan lebih lanjut. 

“Perlu adanya pelatihan bagi pegawai, penegakan kepatuhan, dan pengelolaan sampah dari limbah berbahaya,” jelas Diah.

Di samping itu, Diah juga mengakui memang ada keterbatasan dalam pendanaan kawasan wisata tersebut. Khususnya pada penyediaan sarana prasarana wajib, terutama untuk yang dikelola langsung oleh masyarakat. 

Diah menambahkan, "pengelola wisata perlu strategi komunikasi dan mekanisme koordinasi yang efektif untuk memastikan penerapan protokol kesehatan."

Sementara itu, terkait ibu kota negara baru, menurut Diah, smart governance menjadi salah satu pondasi smart city. Dibutuhkan pengelolaan pemerintahan dan layanan publik secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif, komunikatif, dan terus meningkatkan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi.

"Perlu penyusunan regulasi khusus untuk kawasan pariwisata prioritas nasional dan ibu kota negara baru," terang Diah. 

Sementara dari aspek sarana prasarana, tambahnya, diperlukan penyediaan fasilitas ramah difabel, sarana internet atau hotspot, serta sarana pendorong transformasi digital pada layanan publik prima.

"Dari sisi inovasi, perlu dilakukan replikasi inovasi tentang pariwisata dan integrasi layanan atau smart city dari pemenang kompetisi pelayanan publik di kawasan pariwisata prioritas nasional dan ibu kota negara baru,” tutupnya. (Ma/Menpan)

SepekanMore